Senin, 09 April 2012

Ingin Paru Paru Lebih Sehat?Rajinlah Gosok Gigi!

|0 comments
KOMPAS.com -  Rajin gosok gigi ternyata tidak hanya menjamin kesehatan mulut. Penelitian menunjukkan, gigi dan gusi yang sehat dapat menurunkan risiko pneumonia atau radang paru. Sebuah riset menunjukkan, kesehatan gusi dapat memengaruhi kesehatan sistem pernapasan.
Dalam riset yang dipublikasi Journal of Periodontology, kesehatan periodontal, yang berhubungan dengan gusi dan struktur penyokong gigi lainnya, berperan dalam sistem pernapasan yang sehat. 
Penyakit periodontal dapat meningkatkan risiko infeksi pernapasan, seperti penyakit paru-paru kronis (Chronic Obstructive Pulmonary Disease/COPD) dan radang paru-paru (pneumonia).
Studi ini melibatkan 200 relawan yang berusia antara 20 hingga 60 tahun. Setengah dari relawan adalah pasien yang dirawat karena penyakit pernapasan, seperti pneumonia, COPD, atau bronkitis akut. Setengah relawan lainnya adalah orang-orang sehat tanpa sejarah penyakit pernapasan.
Hasil penelitian menunjukkan pasien dengan penyakit pernapasan memiliki kesehatan periodontal yang lebih buruk daripada relawan yang sehat. Hal ini merupakan petunjuk awal hubungan antara penyakit pernapasan dengan penyakit periodontal.
Hal itu membuat para peneliti menduga keberadaan patogen di mulut yang berhubungan dengan penyakit periodontal kemungkinan meningkatkan risiko perkembangan penyakit pernapasan. Namun, para peneliti menegaskan perlunya penelitian lebih lanjut untuk memahami kaitan ini.
"Penyakit paru-paru dapat sangat melumpuhkan dan melemahkan. Melalui kerjasama dengan dokter gigi atau periodontis, Anda bisa mencegah atau menghentikan perkembangan penyakit seperti pneumonia atau COPD," kata Donald S. Clem, presiden American Academy of Periodontology. Clem juga menjelaskan kalau studi ini memberikan contoh lain tentang peranan kesehatan periodontal dalam menjaga sistem lain di dalam tubuh.
Clem menekankan pentingnya perawatan mulut dengan rutin untuk membantu pencegahan penyakit periodontal. Penyakit periodontal meliputi penyakit radang kronis yang memengaruhi jaringan gusi dan struktur lain yang menyokong gigi.
"Untuk merawat kesehatan periodontal Anda dengan baik, perlu sikat gigi tiap hari. Anda seharusnya juga melakukan pemeriksaan menyeluruh setiap tahun," ujar Clem. (ScienceDaily)

Dikutif dari : health.kompas.com 
 

Stress Dapat Sebabkan Kesehatan Gigi Bermasalah

|0 comments
KOMPAS.com - Stres bukan cuma membebani pikiran tetapi juga kesehatan, salah satunya kesehatan gigi dan gusi. Hubungan yang erat antara masalah periodontal dan gangguan psikologi seperti stres, kecemasan, depresi dan kesepian itu sudah dibuktikan secara ilmiah.
Dalam laporan studi yang dimuat dalam Journal of Periodontology disebutkan, mengurangi stres sangat berarti demi kesehatan gigi dan mulut. Salah satu biang keladinya adalah kortisol, si hormon stres.
Meningkatnya level hormon kortisol bisa menyebabkan kerusakan pada gusi dan tulang rahang karena penyakit periodontal (radang gusi). Jika periodontal ini tidak ditangani bisa menyebabkan gigi tanggal, bahkan tulang rahang tegerus.
Masalah gigi dan mulut yang ditimbulkan oleh stres antara lain sariawan, kebiasaan menggertakkan gigi (bruxism), serta penyakit gusi.
"Orang yang mengalami gangguan psikologi biasanya melakukan kebiasaan tidak sehat dan malas merawat giginya yang bisa merusak gigi," kata Preston J Miller, presiden American Academy of Periodontology. Ia menyarankan kegiatan relaksasi untuk menghambat produksi kortisol.

Dikutif dari ; health.kompas.com

Bakteri Mulut Sebabkan Sakit Jantung

|0 comments
KOMPAS.com - Ada banyak bakteri yang hidup di mulut kita, salah satunya adalah Streptococcus gordonii. Sebuah riset terbaru menemukan bahwa,  bakteri Streptococcus gordonii yang masuk ke dalam aliran darah dapat menyebabkan pembekuan darah dan memicu endokarditis (peradangan pada lapisan dalam jantung).

Demikian hasil riset yang dipresentasikan para ilmuwan dari Royal College of Surgeons dalam Society for General Microbiology Spring Conference, Dublin Irlandia pekan ini.

Streptococcus gordonii merupakan jenis bakteri yang ada di dalam mulut dan memiliki kontribusi dalam pembentukan plak pada permukaan gigi. Jika bakteri itu masuk ke dalam aliran darah melalui gusi yang berdarah, mereka akan mendatangkan malapetaka dengan menyamar sebagai protein manusia.

Peneliti dari Royal College of Surgeons, Irlandia (RCSI) dan University of Bristol telah menemukan bahwa S. gordonii mampu menghasilkan molekul yang meniru fibrinogen protein manusia, dan menyebabkan penggumpalan di dalam pembuluh darah. Penggumpalan trombosit dapat menyebabkan endokarditis atau peradangan pembuluh darah yang dapat menghentikan suplai darah ke jantung dan otak.

Dr Helen Petersen, mengatakan, dengan adanya pemahaman yang lebih baik tentang hubungan antara bakteri dan risiko pembekuan darah, hal ini bisa membantu khususnya dalam melakukan pengobatan endokarditis infektif. Endokarditis infektif adalah infeksi pada katup-katup jantung, yang biasanya disebabkan oleh bakteri.

"Sekitar 30 persen orang dengan endokarditis infektif akan mati dan sebagian besar memerlukan operasi penggantian katup jantung yang telah terinfeksi, dengan katup yang terbuat dari logam atau hewan," kata Dr Petersen.

"Tim kami kini telah mengidentifikasi komponen-komponen dari molekul S. gordonii yang meniru fibrinogen, sehingga kita semakin dekat untuk dapat merancang senyawa baru untuk menghambatnya. Hal ini akan mencegah stimulasi pembekuan darah yang tidak diinginkan," sambung Dr Steve Kerrigan dari RCSI.

Selain itu, peneliti secara lebih luas juga turut mengamati bakteri lain pada plak gigi yang mungkin memiliki efek mirip dengan S. Gordonii. "Kami juga mencoba mempelajari sifat bakteri lain yang memiliki hubungan dengan S. gordonii. Temuan kami jelas menunjukkan betapa pentingnya untuk menjaga mulut kebersihan dan kesehatan gigi dengan menyikat gigi secara teratur," tegas Dr Petersen.

Dikutif dari : health.kompas.com
 

Manfaat Pedasnya Cabe Bagi Jantung

|0 comments
KOMPAS.com Studi terbaru menunjukkan bahwa kandungan dalam cabai pedas bisa memiliki manfaat signifikan untuk melindungi seseorang dari penyakit jantung.

Studi yang dipimpin oleh Profesor Zhen Yu Chen dari Chinese University of Hong Kong itu diungkapkan dalam forum National Meeting of American Chemical Society ke-243 di San Diego, Amerika Serikat.

Dari pengujian mereka semakin terbukti, senyawa capsaicin yang memberikan rasa pedas pada cabai mampu meningkatkan kerja organ jantung.

Zat-zat capsaicinoid dalam capsaicin dapat mengurangi akumulasi kadar kolesterol pada tubuh, dengan meningkatkan kerusakan pada lemak jahat, kemudian membuangnya keluar lewat feses. Capsaicinoid memblokir cyclooxygenase-2, suatu gen yang membuat pembuluh arteri berkontraksi dan dapat menghalangi aliran darah ke jantung.

Capsaicinoid pun efektif memicu penurunan lemak di pembuluh darah. Lemak ini dapat mempersempit arteri dan memicu penyakit jantung atau stroke. Kesimpulannya, zat yang tergolong dalam capsaicinoid membantu meningkatkan kerja jantung dan kesehatan pembuluh darah.

Meski demikian, diingatkan Chen, konsumsi cabai yang berlebihan juga tidak direkomendasikan bagi kesehatan para penderita penyakit jantung. Sebab, cabai memang bukanlah pengganti dari obat-obatan penyakit jantung yang telah ada saat ini.

"Pada dasarnya diet yang baik adalah diet yang seimbang. Cabai ini mungkin bisa dibilang sebagai suplemennya," imbuh pakar ilmu gizi dan pangan tersebut. (Gloria Samantha)

Dikutif dari : health.kompas.com 
 

Mengenali 5 Tanda Jantung Bermasalah

|0 comments
KOMPAS.com - Di antara Anda, pasti ada yang pernah membaca tanda-tanda atau gejala serangan jantung dari berbagai literatur. Di antaranya sekian banyak gejala, nyeri dada dan rasa sesak merupakan tanda yang paling populer dari serangan jantung. Tetapi, bagaimana dengan tanda-tanda lain yang penting untuk ketahui guna mengantisipasi gangguan jantung?

Para pakar jantung menyebutkan, gejala-gejala sakit jantung sebenarnya bisa tampak dari keluhan di banyak bagian tubuh. "Jantung, bersama dengan pembuluh arteri yang menyokongnya adalah salah satu otot yang besar.  Ketika jantung mengalami kegagalan, gejala-gejalanya bisa terlihat di banyak bagian tubuh," kata Jonathan Goldstein, kardiolog dari St. Michael's Medical Center di Newark, New Jersey.
Berikut ini adalah lima petunjuk tersembunyi yang bisa menjadi penanda munculnya gangguan pada jantung. Apabila Anda mengalami dua atau lebih gejala seperti dibawah ini secara bersamaan, Goldstein menganjurkan untuk segera pergi ke dokter untuk mendapatkan pemeriksaan lebih lanjut :

1. Nyeri leher

Apakah Anda pernah merasa nyeri otot yang berkepanjangan pada bagian leher? Waspadai bila nyeri in tak kunjung hilang. Pascaserangan jantung, beberapa pasien mengingat kalau mereka sebelumnya merasakan nyeri dan tegang pada leher. Mereka seringkali tak memperhatikan gejala ini karena mereka hanya fokus pada gejala-gejala yang lebih dramatis seperti nyeri akut di sekitar dada, bahu, dan lengan.
"Perempuan khususnya lebih kecil kemungkinannya mengalami gejala seperti ini, dan lebih mungkin untuk merasa nyeri mendadak disertai  rasa sesak di bagian bahu dan bagian bawah leher," kata Margie Latrella, seorang perawat dan juga penulis dari Women Cardiology Center, New Jersey. Rasa sakit juga dapat merambat ke sisi kiri bagian tubuh, bahu kiri dan lengan.

Apa yang terjadi?  Saraf dari jaringan jantung yang rusak mengirimkan sinyal rasa sakit yang naik turun pada ruas tulang belakang yang dalam waktu bersamaan merambat ke saraf-saraf di sekitar leher dan bahu.

2. Problem seksual

Pria dengan gangguan ereksi biasanya mempunyai masalah dengan penyakit pembuluh darah koroner. Survei terhadap pria di Eropa menunjukkan, mereka yang dirawat karena penyakit jantung dua dari tiga di antaranya menderita disfungsi ereksi selama berbulan-bulan, sebelum akhirnya didiagnosis memiliki masalah dengan jantung. Menurut Goldstein, beberapa penelitian terbaru yang menguji hubungan antara disfungsi ereksi dan penyakit kardiovaskuler juga semakin meyakinkan. Tak heran bila kini para dokter  mempertimbangkan untuk juga mengatasi masalah kardiovaskuler ketika pria mengeluhkan disfungsi ereksi.

"Dalam beberapa tahun terakhir, telah ada bukti yang cukup jelas bahwa ada risiko substansial peningkatan serangan jantung dan kematian pada pasien dengan disfungsi ereksi," kata Goldstein.

Apa yang terjadi ? Seperti halnya pembuluh darah di sekitar jantung yang dapat menyempit dan mengeras, hal sama juga dapat terjadi pada pembuluh yang meyuplai darah ke bagian penis. Karena pembuluh darah di sekitar penis lebih kecil, pembuluh-pembuluh ini bisa mengalami kerusakan yang lebih cepat  -- bahkan tiga atau empat tahun lebih cepat sebelum penyakit jantung terdeteksi.

3. Pusing, pingsan, atau sesak napas

Sebuah studi yang dipublikasikan Circulation: Journal of the American Heart Association, menyebutkan lebih dari 40 persen perempuan melaporkan bahwa mereka cenderung mengalami sesak napas di saat sebelum terjadinya serangan jantung. Anda mungkin akan merasakan  tak bisa bernafas, lemas atau pusing serasa berada di ketinggian.  Bila Anda tergopoh-gopoh ketika naik tangga, menyapu halaman, berjalan  santai, atau aktivitas lain yang sebelumnya tak membuat Anda kesulitan, gejala ini perlu diwaspadai sebagai peringatan penting.

Apa yang terjadi ? Ini akibat tidak cukupnya darah mengalir pada pembuluh yang mengangkut oksigen ke jantung. Nyeri pada otot jantung atau angina juga bisa membuat seseorang merasakan sulit menarik nafas dalam. Penyakit pembuluh darah koroner, di mana  pembuluh darah jantung tersumbat akibat penumpukan plak, menyebabkan organ jantung tidak mendapatkan suplai oksigen yang cukup. Sensasi mendadak tak bisa bernafas dalam seringkali menjadi pertanda angina, salah satu jenis nyeri pada otot jantung.

4. Gangguan pencernaan, mual, atau heartburn


Walaupun kebanyakan dari kita berpikir kondisi yang berhubungan dengan jantung identik dengan nyeri pada dada, tetapi sebenarnya hal ini dapat terjadi juga di bagian perut. Pada beberapa orang khususnya wanita, gejala seperti heartburn atau perasaan terbakar pada bagian dada, sesnsasi perut kekenyangan atau tersedak perlu diwaspadai.  Gangguan pencernaan yang parah dan mual juga dapat menjadi tanda awal serangan jantung, atau biasa disebut infark miokard, khususnya pada wanita. Sebuah penelitian menunjukkan, perempuan dua kali lebih mungkin mengalami muntah, mual, dan gangguan pencernaan selama beberapa bulan menjelang serangan jantung.

Apa yang terjadi ? Timbunan lemak di pembuluh darah dapat mengurangi atau menurunkan suplai darah ke jantung sehingga menimbulkan perasaan seperti sesak, tertindih atau nyeri - yang kebanyakan terjadi di daerah dada tetapi terkadang juga di bagian perut. Tergantung dari bagian jantung mana yang terkena, hal itu akan memberikan sinyal ke seluruh tubuh. Mual dan pusing-pusing juga dapat menjadi pertanda bahwa serangan jantung sedang terjadi. Oleh sebab itu, segera panggil dokter Anda bila keluhan tersebut terus dialami.

5. Sakit pada rahang dan telinga

Sakit pada rahang adalah sesuatu yang terkadang misterius dan sangat mengganggu. Kondisi ini dapat disebabkan oleh banyak faktor, tetapi terkadang bisa menjadi petunjuk adanya penyakit pembuluh darah koroner (CAD) dan awal serangan jantung. Beberapa ahli kini sedang fokus meneliti hubungan sakit pada rahang dengan risiko serangan jantung. Hasil survei menunjukkan, banyak pasien pasca serangan jantung melaporkan sakit pada rahang mereka menjelang terjadinya serangan jantung.

Apa yang terjadi ? Kerusakan pada jaringan organ jantung dapat memicu pengiriman sinyal naik turun pada bagian tulang belakang yang kemudian meluas pada sarar-saraf yang tersebar dari mulai tulang leher, rahang hingga ke bagian telinga.

Dikutif dari : health.kompas.com
 

10 Macam Pekerjaan Yang Membahayakan Jantung

|0 comments
KOMPAS.com - Meski kebanyakan orang tak berpikir penyakit jantung sebagai bagian risiko dari pekerjaan, beberapa karakteristik tertentu dari pekerjaan mungkin dapat meningkatkan risiko serangan jantung dan masalah lainnya. Beberapa faktor yang berhubungan dengan pekerjaan, seperti duduk berjam-jam, stres, jam kerja tidak teratur, dan paparan bahan kimia tertentu atau polusi juga bisa membahayakan jantung Anda.

Ada beberapa tipe dan karakteristik pekerjaan yang sebenarnya mungkin dapat meningkatkan risiko seseorang terkena serangan jantung. Pekerjaan apa saja itu? Berikut adalah penjabarannya seperti dikutip Health.com:

1. Terlalu lama duduk


Orang yang sifat pekejaannya selalu menetap (minim aktivitas fisik) memiliki risiko lebih tinggi terkena masalah jantung daripada mereka yang pekerjaannya lebih aktif, kata Dr Martha Grogan, seorang ahli jantung dari Mayo Clinic, Rochester, Minnesotta.

Grogan mengatakan, tidak diketahui secara pasti mengapa hal ini bisa terjadi. Tetapi menurutnya, terlalu berlama-lama duduk dapat menyebabkan penurunan sensitivitas insulin dan enzim yang biasanya memecah lemak. Sebagai antisipasinya, Anda bisa berdiri dan berjalan-jalan sekali-sekali di tengah kesibukan pekerajaan Anda.

2. Polisi dan pemadam kebakaran


Penggabungan antara jenis pekerjaan yang cenderung tidak aktif dan memiliki tingkat stres tinggi - seperti melawan tindak kejahatan atau pemadam kebakaran - tidak bagus untuk kesehatan jantung. Sekitar 22 persen kematian pada polisi dan 45 persen pada petugas pemadam kebakaran kebanyak disebabkan karena penyakit jantung dibandingkan 15 persen jenis pekerjaan lainnya.

Bekerja berjam-jam, shift (jaga) malam, makan yang tidak sehat di tempat kerja, stres, paparan karbon monoksida atau polusi, serta faktor risiko lain, seperti hipertensi mungkin memainkan peran penting terhadap berkembangnya penyakit jantung. Jika Anda tidak dapat mengubah pekerjaan Anda, setidaknya Anda bisa melakukan perubahan dengan fokus pada hal-hal seperti makan sehat, olahraga, dan menurunkan tekanan darah - yang dapat Anda kendalikan.

3. Pengendara bus


Sopir bus lebih mungkin untuk mengalami hipertensi dibandingkan dengan pekerja lainnya, jelas Dr Peter L. Schnall, profesor kedokteran dari University of California, Irvine. Menurut Schnall, sopir bus berisiko mengalami tekanan dan stres saat melakukan pekerjaannya karena mereka membutuhkan kewaspadaan untuk menghindari kecelakaan dan menjaga penumpang tetap aman.
Namun, meskipun Anda tidak dapat mengontrol stres atau polusi, Anda dapat mengatasi faktor-faktor risiko lainnya. Sebuah riset menunjukkan, 56 persen dari para sopir bus di Taipei telah didiagnosa hipertensi jika dibandingkan dengan 31 persen jenis pekerjaan lainnya. Mereka juga memiliki kolesterol tinggi, berat badan, trigliserida, dan penyakit jantung.

4. Pekerja shift


Pergeseran jadwal atau berganti shift malam umum terjadi di kalangan tenaga kesehatan seperti dokter, perawat, dan lainnya. Orang-orang pada kelompok ini biasanya memiliki risiko lebih tinggi penyakit jantung dan diabetes tipe 2. Bekerja shift sendiri dapat mengganggu irama sirkadian dan jam tidur seseorang yang memainkan peran penting dalam menjaga gula darah, tekanan darah, dan regulasi insulin. Tapi gaya hidup yang tidak sehat juga dapat menjadi faktor pemicu.
Pekerja shift malam tampaknya lebih mungkin untuk merokok, kata Dr Nieca Goldberg, direktur medis dari Joan H. Tisch Center for Women Health di NYU Langone Medical Center di New York City. Sementara itu durasi tidur yang pendek telah dikaitkan dengan risiko penyakit jantung yang lebih besar.

5. Bartender


Banyak negara-negara bagian dan kota-kota di Amerika Serikat sudah memiliki undang-undang larangan merokok di restoran dan bar. Namun bartender yang bekerja di tempat-tempat yang tidak memiliki peraturan seperti itu memiliki risiko lebih besar untuk secara sengaja menghisap asap tembakau.

"Sudah jelas menunjukkan bahwa asap rokok secara signifikan meningkatkan risiko serangan jantung," kata Dr Grogan.

6. Pekerja terowongan

Sebuah studi pada 1988 yang melibatkan lebih dari 5.000 pekerja terowongan di New York City menemukan bahwa orang yang pernah bekerja di terowongan transportasi memiliki peningkatan risiko kematian terkait jantung sebesar 35 persen ketimbang populasi umum.

"Ini intuitif. Para pekerja ini biasanya lebih berisiko terpapar tingkat yang lebih tinggi karbon monoksida dibandingkan dengan pekerja jembatan," kata Dr Mauro Moscucci, kepala divisi kardiovaskular dari University of Miami Miller School of Medicine. Penelitian telah menunjukkan bahwa paparan polusi udara dapat meningkatkan risiko serangan jantung dan stroke.

7. Pekerja pabrik
Orang yang bekerja di pabrik atau pekerjaan yang sangat menuntut kuota namun tendah tingkat pengawasan atau kontrol dari pekerjaan, juga dianggap berada pada kelompok yang berisiko tinggi penyakit jantung. "Bekerja di luar kemampuan adalah sebuah stressor yang dapat mengarah ke penyakit jantung," kata Dr Moscucci.

Sebuah penelitian dalam The Landmark Whitehall di mana melibatkan hampir 11.000 pegawai sipil Inggris menemukan bahwa pria dan wanita dengan kontrol pekerjaan rendah memiliki dua kali lipat mendapatkan penyakit jantung. Hal yang sama berlaku pula pada pekerja yang mendapat kontrol lebih besar.

8. Bekerja 11 jam lebih
Karyawan yang bekerja selama berjam-jam juga berisiko lebih tinggi. "Kami mengetahui ada hubungan antara beban kerja dan penyakit arteri koroner," kata Dr Schnall.
Studi Whitehall juga menemukan adanya peningkatan kasus penyakit jantung koroner (67 persen) pada pegawai negeri Inggris yang bekerja 11 jam atau lebih dalam sehari dibandingkan dengan mereka yang hanya bekerja 7 sampai 8 jam. Jika Anda tidak dapat mengurangi jam kerja, Anda dapat fokus pada faktor-faktor risiko lain yang dapat Anda kontrol seperti makan banyak buah dan sayuran, cukup tidur, dan melakukan aktivitas fisik selama beberapa minggu.

9. Pekerjaan tanpa asuransi kesehatan
Sekitar 50 juta orang Amerika Serikat, atau 1 dari 6 orang, tidak diasuransikan pada tahun 2010. Kurangnya asuransi kesehatan telah dikaitkan dengan buruknya kondisi kesehatan pada umumnya dan kesehatan jantung pada khususnya. Riset pada 2007 dalam Journal of American Medical Association menemukan, ada perbaikan tingkat kesehatan pada orang dewasa yang mendapat asuransi setelah sebelumnya mereka tidak diasuransikan.

10. Kehilangan pekerjaan


Meskipun ini tidak terkait antara jenis pekerjaan dan risiko serangan jantung, tetapi kehilangan pekerjaan juga bisa membahayakan kesehatan jantung. Riset menunjukkan, pekerja berusia lebih tua yang kehilangan pekerjaan bukan karena kesalahan mereka sendiri (misalnya, kantor atau pabrik bangkrut dan bukan karena masalah kesehatan) memiliki risiko dua kali lipat menderita stroke.

Bahkan sebuah studi dari ilmuwan Harvard pada 2009 menemukan, orang yang kehilangan pekerjaan mereka lebih mungkin untuk mengembangkan masalah baru, seperti tekanan darah tinggi, diabetes, dan penyakit jantung di kemudian hari.

Dikutif dari : health.kompas.com
 

Minggu, 08 April 2012

Wanita Dengan Tinggi Badan Yang Jangkung Lebih Beresiko Terkena Kanker Ovarium

|0 comments
Ghiboo,com - Memiliki postur tubuh tinggi semampai layaknya seorang pragawati menjadi salah satu keinginan setiap wanita. Namun, sebaiknya Anda yang bertubuh mungil mensyukuri apa yang Anda miliki sekarang.

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa wanita tinggi lebih mungkin mengembangkan risiko kanker ovarium (kanker indung telur) dibandingkan wanita-wanita bertubuh lebih pendek.

Ilmuwan dari Oxford University mengaji kembali 47 penelitian yang melibatkan lebih dari 47.000 perempuan. Dari sini, peneliti banyak menemukan wanita yang mengidap kanker ovarium berkaitan dengan tinggi badan. Namun, peneliti juga menemukan penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita yang kelebihan berat badan.

Peneliti menjelaskan bahwa setiap penambahan dua inci (5 cm) tinggi badan, maka perempuan tersebut berisiko mengidap kanker ovarium sebesar tujuh persen.

Temuan yang dipublikasikan dalam jurnal PLoS Medicine menjelaskan bahwa wanita berpostur tinggi memiliki lebih banyak sel yang bisa berubah kapan saja menjadi kanker. Selain itu, hormon pertumbuhan juga memainkan peran terhadap risiko tersebut.

Dilansir melalui BBC, Rabu (4/4), Dr. Paul Firaun, dokter ahli kanker dari University of Cambridge, mencoba membandingkan antara perempuan dengan tinggi badan 5 kaki (153 cm) dan perempuan dengan tinggi badan 5,6 kaki (171 cm).

"Terdapat perbedaan dalam risiko kanker ovarium sebesar 23 persen. Perempuan yang lebih pendek memiliki kesempatan mengembangkan kanker ovarium sekitar 16 banding 1.000 seumur hidupnya. Sementara wanita bertubuh tinggi meiliki risiko 20 banding 1.000 seumur hidupnya," paparnya.

4 Penyakit Yang Berhubungan Dengan Tinggi Badan

|0 comments
Ghiboo.com - Sama seperti berat badan, tinggi badan juga selalu dikaitkan dengan berbagai masalah kesehatan. Berikut ini empat jenis penyakit yang dihubungkan dengan tinggi badan, dilansir melalui ABCNews, Kamis (5/4).
Kanker
Penelitian menunjukkan bahwa wanita tinggi memiliki risiko lebih tinggi terkena kanker ovarium. Temuan ini didasarkan pada data dari 47 penelitian yang melibatkan lebih dari 100 ribu perempuan. Setiap 5 cm penambahan tinggi badan, risiko kanker naik menjadi 7 persen.
Penelitian lain di bulan Juni 2011 dan dipublikasikan dalam journal Cancer Epidemiology, Biomarkers & Prevention juga menemukan wanita tinggi memiliki peningkatan risiko 10 jenis kanker, termasuk payudara dan kulit. Sementara pria yang lebih tinggi berisiko tinggi kanker prostat.
Penyakit jantung
Sebuah penelitian baru-baru ini meninjau ulang 52 penelitian yang melibatkan lebih dari 3 juta orang dan menemukan bahwa orang pendek memiliki risiko 50 persen lebih besar mengalami penyakit jantung dibandingkan orang berpostur tubuh tinngi.
Penelitian lain di tahun 2006 dan dimuat dalam American Journal of Epidemiology menemukan bahwa kembar identik yang meninggal akibat penyakit jantung koroner cenderung lebih pendek dari saudara kembarnya. Penelitian ini menunjukkan bahwa risiko penyakit jantung bisa disebabkan oleh faktor lingkungan yang memengaruhi tinggi badan daripada faktor genetik.
Alzheimer
Penyakit ini merupakan penyebab umum dari masalah demensia alias pikun pada orangtua. Risiko ini meningkat seiring bertambahnya usia dan faktor genetik. Namun menurut penelitian di tahun 2007, risiko alzheimer lebih tinggi pada orang bertubuh pendek.
Penelitian ini membandingkan antara 239 pasien Alzheimer dengan 341 orang sehat. Hasilnya menunjukkan bahwa pria dengan tinggi lebih dari 177 cm memiliki 59 persen risiko lebih rendah terkena Alzheimer dibandingkan pria dengan tinggi 167 cm.
Diabetes
Jika diabetes tipe 2 berkaitan dengan berat badan, maka diabetes tipe 1 berkaitan dengan tinggi badan. Orang yang lebih tinggi tampaknya mengalami peningkatan risiko pengembangan diabetes tipe 1.
Hingga kini penyebab diabetes tipe 1 belum diketahui. Namun, peneliti meyakini hal ini disebabkan oleh serangan autoimun yang menyerang sel pemroduksi insulin di pankreas.

Dikutif dari : Yahoo!She
 
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...